The Tsavo Man-Eaters, insiden pembantaian manusia oleh sepasang singa di Kenya
Tragedi Tsavo Man-Eaters merupakan tragedi penyerangan singa terhadap manusia yang sangat terkenal di dunia, dimana banyak pekerja konstruksi proyek pembangunan rel Kenya-Uganda yang tewas akibat dimangsa oleh 2 ekor Singa Tsavo pada bulan Maret hingga Desember 1898.
Pada bulan Maret tahun 1989 Inggris mulai membangun jembatan rel kereta api melewati Sungai Tsavo di Kenya yang dipimpin oleh Lt. Col. John Henry Patterson. Selama 9 bulan pengerjaan proyek tersebut, 2 ekor singa Tsavo jantan mengintai mereka, menyeret para pekerja India di malam hari dan memangsanya.
Para pekerja pun mencoba menakut-nakuti singa-singa tersebut dengan membuat api unggun dan memasang pagar duri di sekitar tenda. Namun tindakan tersebut tidak berhasil. Singa pemangsa manusia tersebut masih bisa masuk dengan merangkak melalui sela pagar duri dan kembali menyerang. Setalah penyerangan itu ratusan pekerja kabur dari Tsavo dan meninggalkan proyek.
Patterson, mencoba memasang perangkap untuk menjebak kedua singa tersebut di malam hari dari sebuah pohon. Namun usahanya tersebut sia-sia. Hingga akhirnya karena sudah berkali-kali usahanya gagal, dia pun menembak mati salah seekor singa tersebut pada 9 Desember 1898. Singa pertama yang berhasil dibunuh ini memiliki panjang tubuh mencapai 3 m diukur dari ujung hidung hingga ujung ekor. Butuh 8 orang untuk membawa singa tersebut ke kamp. Dua puluh hari kemudian, singa kedua berhasil ditemukan dibunuh.
Tidak diketahui pasti berapa banyak pekerja yang sudah dimangsa oleh kedua ekor singa ini. Diperkirakan ada sekitar 135 orang yang sudah mati dimangsa si singa. Pembangunan jembatan tersebut sendiri baru kembali dilanjutkan pada bulan februari 1899.
Dalam catatannya, Patterson menuliskan bahwa dia melukai singa pertama dengan sebuah peluru kaliber 0,303 Martini-Enfield. Tembakannya tersebut hanya mengenai kaki belakang si singa, sehingga singa pertama dapat melarikan diri.
Kemudian malam harinya singa tersebut kembali dan menguntit Patterson yang tengah berusaha memburunya. Patterson pun berhasil menembaknya dengan peluru kaliber 0,303 Lee Enfield, menembus bahu hingga jantung si singa. Tubuh singa tersebut baru ditemukan mati keesokan paginya tidak jauh dari lokasi mereka.
Singa kedua ditembak sebanyak 9 kali, 5 kali menggunakan .303 Lee Enfield, 3 kali menggunakan Martini-Henry carbine, dan sekali dengan sebuah senapan yang tidak dikenal.
Singa tersebut pun dikuliti, dan kulitnya digunakan sebagai karpet lantai rumah Patterson. Dua puluh lima tahun kemudian kulit singa tersebut dijual kepada Chicago Field Museum, tepatnya pada tahun 1924, dengan harga US$5,000 (atau jika dikurs jadi sekitar US $66,389.37 pada tahun 2012).
Kulit singa tersebut datang ke museum dalam kondisi yang sangat buruk. Singa tersebut pun kemdian di konstruksi ulang dan sekarang dipajang brsama dengan tulang belulang aslinya di museum tersebut.
Belum diketahui pasti apa penyebab kedua singa tersebut menyerang dan memangsa manusia. Namun sebuah teori yang diungkapkan oleh Kerbis Peterhans dan Gnoske (2001) serta Patterson (2004) mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut :
- Sebuah wabah penyakit rinderpest yang menyerang banyak sapi pada tahun 1989 memaksa para singa untuk mencari sumber makanan baru.
- Singa-singa Tsavo mungkin sudah terbiasa memangsa mayat manusia yang ditemukan di Sungai Tsavo.
- "Ritual invitation" atau proses kremasi yang dilakukan oleh pekerja konstruksi yang beragama Hindu, secara tidak sengaja mengundang kedatangan singa.
Referensi : Wikipedia